Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Indonesia

HUKUM PERDATA DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
Sebagai elemen penjaga keharmonisan antara berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat, perdata menempati dan memainkan posisi penting dalam sistem hukum Indonesia. Oleh karenanya, pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai elemen yang mendasari eksistensi sekaligus yang membentuknya merupakan keharusan bagi sebagian orang yang tertarik dan yang telah bergelut dalam dunia hukum. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa kita akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika kita mengalami apa yang kita pelajari, bukan mengetahuinya. pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali diri memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Bagaimanakah sebenarnya model pembelajaran yang bermakna itu? Dari kacamata tersebut, alangkah baiknya jika kita mau mengupas secara komprehensif berbagai elemen dasar tersebut mulai dari definisi dan dasar berlakunya hukum perdata, sampai sistematika dan bagian-bagian utama hukum perdata.
Tentu kita tidak asing lagi mendengar istilah hukum perdata. Akan tetapi, tahukah kita tentang asal mula dan arti hukum perdata? Untuk mengetahuinya, dapat kita simak uraian berikut ini.
Hukum perdata Indonesia berasal dari bahasa Belanda, yaitu Burgelijk Recht. Hukum perdata bersumber pada Undang – Undang Hukum Perdata, yang disingkat KUHPerdata. Kitap undang – undang hukum perdata juga berasal dari bahasa Belanda Burgerlijk Wetboek (B.W). hukum perdata Indonesia yang bersumber pada KUHPerdata yaitu hukum perdata tertulus yang sudah dikodifikasihkan pada tanggal 1 Mei 1848.
Hukum perdata tertulis yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan ketentuan produk pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan berdasarkan asas konkordansi yang artinya “hukum yang berlaku di Indonesia sama dengan ketentuan hukum yang berlaku di negeri Belanda”.
Pada mulanya hukum perdata belanda dirancang oleh Mr. J.M. Kemper (1776 – 1824). Pada tahun 1816 J.M. Kemper menyampaikan rencana code “kitab undang – undang” hukum tersebut kepada pemerintah belanda. Rencana code hukum Belanda didasarkan pada hukum Belanda kuno. Code hukum ini diberinama Ontwerp Kemper. Akan tetapi Ontwerp Kemper ini mendapat tetangan yang keras dari P.Th.Nicolai. Nicolai merupakan anggota parlemen berkebangsaan Belgia yang juga menjadi Presiden (ketua) Pengadilan Tinggi di Kota Luik (Liege), Belgia. Pada waktu itu Belgia masih merupakan bagian dari Belanda. Pada tahun 1824 J.M. Kemper tutup usia. Selanjutnya penyusunan kodifikasi code hukum perdata diserahkan kepada Nicolai. Akibat perubahan tersebut hukum yang sebelumnya didasarkan pada hukum kebiasaan/hukum kuno, tetapi dalam perkembangannya sebagian besar code hukumBelanda didasarkan pada code civil Prancis. Code civil ini juga berasa dari hukum Romawi, Corpus civilis dari Justinianus. Jadi hukum perdata Belanda merupakan gabungan dari hukum kebiasaan/hukum kuno Belanda dan Code civil Prancis.
Berdasarkan atas gabungan berbagai ketentuan tersebut, pada tahun 1838 kodifikasi hukum perdata Belanda ditetapkan dengan Stb. 1838. Sepuluh tahun kemudian tepatnya pada tahun 1848, kodifikasi hukum perdata Belanda diberlakukan di Indonesia dengan Stb. 1848.

B.    Rumusan masalah
1.        Apa saja yang menjadi  Asas – asas Hukum Perdata?
2.        Apa saja yang menjadi Pokok – Pokok Hukum Perdata?








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Asas Asas Hukum Perdata
Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPerdata yang sangat penting dalam Hukum Perdata adalah:
1.     Asas kebebasan berkontrak,
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPerdata).
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1.   Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2.   Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3.   Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4.   Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya.
Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti yang diungkap dalam exploitation de homme par l’homme.
2.     Asas Konsesualisme,
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan).
Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
3.     Asas Kepercayaan,
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari
4.     Asas Kekuatan Mengikat,
Asas kekuatan mengikat ini adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para fihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya hanya mengikat ke dalam
Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.
Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.
5.     Asas Persamaan hukum,
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
6.     Asas Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik
7.     Asas Kepastian Hukum,
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.
8.     Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya
9.     Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak 

10. Asas Kepatutan.
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya
11. Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
12. Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.
Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.
Selain asas tersebut diatas terdapat pula Asas Hukum Perdata Eropa Tentang Orang yaitu:
1.     Asas yang melindungi hak asasi manusia, jangan sampai terjadi pembatasan atau pengurangan hak asasi manusia karena Undang-undang atau keputusan hakim. (Pasal 1dan 3 KUHPerdata)
2.     Asas setiap orang harus mempunyai nama dan tempat kediaman hukum (domisili), tiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban mempunyai identitas yang sedapat mungkin berlainan satu dengan lainnya (Pasal 5 a dan Bagian 3 Bab 2 Buku I KUHPerdata)
Pentingnya Domisili :
a.     Dimana orang harus menikah
b.     Dimana orang harus dipanggil oleh pengadilan
c.     Pengadilan mana yang berwenang terhadap seseorang, dsb
3.     Asas Perlindungan kepada Orang yang tak lengkap, orang yang dinyatakan oleh hukum tidak mampu melakukan perbuatan hukum mendapat perlindungan bila ingin melakukan perbuatan hukum (Pasal 1330 KUHPerdata), yang termasuk orang yang tak lengkap yaitu :
a.    Orang yang belum dewasa diwakili oleh walinya baik itu orang tua kandung atau wali yang ditnjuk oleh hakim atau surat wasiat.
b.   Mereka yang diletakkan dibawah pengampuan, bila mereka hendak melakukan perbuatan hukum diwakili oleh seorang pengampu (Curator)
c.    Wanita yang bersuami bila hendak melakukan perbuatan hukum harus didampingi suaminya.
4.     Asas monogami dalam hukum perkawinan barat, bagi laki-laki hanya boleh mengambil seorang wanita sebagai istri dan wanita hanya boleh mengambil seorang laki-laki sebagai suaminya(Pasal 27 KUHPerdata). Dalam Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 3 ayat 2 pengadilan diperbolehkan memberi ijin seorang suami untuk beristri lebih dari satu bila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
5.     Asas bahwa suami dinyatakan sebagai kepala keluarga, ia betugas memimpin dan mengurusi kekayaan keluarga (Pasal 105 KUHPerdata)
Selain dalam hukum orang (persoonen recht) dalam Hukum Benda (Zaakenen Rescht) yaitu keseluruhan kaidah hukum yang mengatur apa yang diartikan dengan benda dan mengatur hak atas benda. Asasnya adalah asas yang membagi benda atau barang ke dalam benda bergerak dan benda tetap.
Asas Hukum Tentang Benda :
1.   Asas yang membagi hak manusia kedalam hak kebendaan dan hak perorangan.
Hak Kebendaan, adalah hak untuk menguasai secara langsung suatu kebendaan dan kekuasaan tersebut dan dapat dipertahankan terhadap setiap orang (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan) Hak Perorangan, adalah hak seseorang untuk menuntut suatu tagihan kepada seseorang tertentu. Dalam hal ini hanya orang ini saja yang harus mengakui hak orang tersebut
2.   Asas hak milik itu adalah suatu fungsi sosial.
Asas ini mempunyai arti bahwa orang tidak dibenarkan untuk membiarkan atau menggunakan hak miliknya secara merugikan orang atau masyarakat. Jika merugikan akan dituntut berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata
Hukum Benda yang mengatur tentang tanah telah dicabut dan diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 No 5. Namun aturan tentang Hipotik masih diatur dalam Hukum Benda. Hukum Benda ini sifatnya tertutup, jadi tidak ada peraturan lain yang berkaitan dengan benda selain yang diatur oleh Undang-undang.
Asas-asas Umum Hak  Kebendaan
Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H[2]. dalam bukunya “Mencari Sistem Hukum Benda Nasional” menjelaskan ada 10 asas umum yang sifatnya relative konkrit yang ada dalam bidang tertentu, yaitu:
1.        Asas system tertutup, artinya bahwa hak-hak atas benda bersifat limitative, terbatas hanya pada yang diatur undang-undang. Di luar itu dengan perjanjian tidak diperkenankan menciptakan hak-hak yang baru.
2.        Asas hak mengikuti benda/zaaksgevolgdroit de suite, yaitu hak kebendaan selalu mengikuti bendanya di mana dan dalam tangan siapapun benda itu berada. Asas ini berasal dari hukum romawi yang membedakan hukum harta kekayaan (vermogensrecht) dalam hak kebendaan (zaakkelijkrecht) dan hak perseorangan (persoonlijkrecht).
3.        Asas publisitas, yaitu dengan adanya publisitas (openbaarheid) adalah pengumuman kepada masyarakat mengenai status pemilikan. Pengumuman hak atas benda tetap/tanah terjadi melalui pendaftaran dalam buku tanah/register yang disediakan untuk itu sedangkan pengumuman benda bergerak terjadi melalui penguasaan nyata benda itu.
4.        Asas spesialitas. Dalam lembaga hak kepemilikan hak atas tanah secara individual harus ditunjukan dengan jelas ujud, batas, letak, luas tanah. Asas ini terdapat pada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas benda tetap.
5.        Asas totalitas. Hak pemilikan hanya dapat diletakan terhadap obyeknya secara totalitas dengan perkataan lain hak itu tidak dapat diletakan hanya untuk bagian-bagian benda. Misalnya: Pemilik sebuah bangunan dengan sendirinya adalah pemilik kosen, jendela, pintu dan jendela bangunan tersebut. Tidak mungkin bagian-bagian tersebut kepunyaan orang lain.
6.        Asas accessie/asas pelekatan. Suatu benda biasanya terdiri atas bagian-bagian yang melekat menjadi satu dengan benda pokok seperti hubungan antara bangunan dengan genteng, kosen, pintu dan jendela. Asas ini menyelesaikan masalah status dari benda pelengkap (accessoir) yang melekat pada benda pokok (principal). Menurut asas ini pemilik benda pokok dengan sendirinya merupakan pemilik dari benda pelengkap. Dengan perkataan lain status hukum benda pelengkap mengikuti status hukum benda pokok. Benda pelengkap itu terdiri dari bagian (bestanddeed) benda tambahan (bijzaak) dan benda penolong (hulpzaak).
7.        Asas pemisahan horizontal , KUHPdt menganut asas pelekatan sedang UUPA menganut asas horizontal yang diambil alih dari hukum Adat. Jual beli hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang terdapat di atasnya. Jika bangunan dan tanaman akan mengikuti jual beli hak atas tanah harus dinyatakan secara tegas dalam akta jual beli. Pemerintah menganut asas vertical untuk tanah yang sudah memiliki sertifikat untuk tanah yang belum bersertifikat menganut asas horizontal (Surat menteri pertanahan/agraria tanggal 8 Februari 1964 Undang-Undang No.91/14 jo S.Dep. Agraria tanggal 10 desember 1966 No. DPH/364/43/66.
8.        Asas dapat diserahkan. Hak pemilikan mengandung wewenang untuk menyerahkan benda. Untuk membahas tentang penyerahan sesuatu benda kita harus mengetahui dulu tentang macam-macam benda karena ada bermacam-macam benda yang kita kenal seperti tidak dijelaskan pada Bab sebelumnya. Cara-cara penyerahan secara mendalam akan dibahas dalam Bab selanjutnya.
9.        Asas perlindungan. Asas ini dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu perlindungan untuk golongan ekonomi lemah dan kepada pihak yang beritikad baik (to goeder trouw) walaupun pihak yang menyerahkannya tidak wenang berhak (beschikkingsonbevoegd). Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 1977 KUHPdt.
10.    Asas absolute (hukum pemaksa). Menurut asas ini hak kebendaan itu wajib dihormati atau ditaati oleh setiap orang yang berbeda dengan hak relative
Asas asas hukum Tentang Perikatan yaitu :
1.        Undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pacta sun servanda )
2.        Asas kebebasan dalam membuat perjanjian atau persetujuan
3.        Asas bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikat baik
4.        Asas bahwa semua harta kekayaan seseorang menjadi jaminan atau tanggungan semua hutang-hutangnya.
5.        Asas Actio Pauliana yaitu aksi yang dilakukan oleh seorang kreditur untuk membatalkan semua perjanjian yang dibuat oleh debiturnya dengan itikat buruk dengan pihak ketiga, dengan pengetahuan bahwa ia merugikan krediturnya. Pembatalan perjanjian harus dilakukan oleh hakim atas permohonan kreditur (Pasal 1341 KUHPerdata) Asas ini memberi peringatan kepada seorang debitur bahwa ia akan dikenakan sanksi penuntutan, bila ia mengurangi harta kekayaan miliknya, dengan tujuan untuk menghindari penyitaan dari pengadilan.
B.    Pokok – pokok hukum perdata
1.   Hukum Perdat di Indonesia
Istilah dalam bidang hukum keperdataan yang merupakan terjemahan dari istilah hukum yang berasal dari bahasa belanda yaitu Privat Recht, Burgelijk Recht, dan Giviel Recht.
Perkataan hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum Privat materil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan – kepentingan perseorangan.
Perkataan hukum perdata dalam arti sempit sebagai lawan hukum dagang seperti yang termuat dalam pasal 102 Undang – Undang Dasar Sementara, yang mengatur pembukuan (kodifikasi) terhadap hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun hukum pidana militer, hukum acara perdata dan hukum acara pidana, dan susunan serta kekuasaan pengadilan.
Hukum perdata Indonesia memiliki bebagai macam warna atau dengan kata lain berbineka.
a.    Untuk golongan warga negara yang berlainan dengan maksud sebagai berikut.
1)   Untuk golongan bangsa Indonesia asli, berlaku hukum adat, yaitu hukum yang sejak dulu telah berlaku di kalangan rakyat yang sebagian besar masih belum tertulis.
2)   Untuk golongan warga negara bukan asli yang berasal dari tionghoa dan eropa berlaku kitab undang – undang hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) dan kitab undang – undang hukum dagang (Wetboek van koophandel). Bagi Tionghoa mengenai Burgerlijk Wetboek ada sedikit penyimpangan, yaitu bagian 2 dan 3 Bab IV Buku I (mengenai upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan pernikahan) tidak berlaku bagi mereka, tetapi berlaku Burgerlijk Stand tersendiri. Selanjutnya ada pulua suatu peraturan perihal pengangkatan anak (adopsi), karena hal ini tidak dikenal dalam Burgerlijk Wetboek.
b.   Untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa
Hukum perdata adalah aturan–aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun keluarga.
Hukum perdata dibagi 2, yaitu: Hukum Perdata Materil, yaitu mengatur kepentingan – kepentingan perdata setiap subjek hukum (substansi hukum). Hukum Perdata Formil, yaitu mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain. Sistimatika Hukum Perdata dibagi menjadi beberapa bagian, dalam beberapa bagian Buku, yaitu :
1.           Buku 1, Tentang Orang
2.           Buku 2, Tentang Benda
3.           Buku 3, Tentang Perikatan
4.           Buku 4, Tentang Pembuktian dan Daluwarsa
Hukum perdata menurut ilmu pengetahuan lazimnya dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1.     Hukum perorangan/badan pribadi (personenrecht) mengatur antara lain:
-     Orang sebagai subjek hukum
-     Orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak – hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan haknya itu.
2.     Hukum keluarga (familirecht), memuat peraturan - peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan, perceraian, hubungan orang tua dan anak, perwalian, curatele, dan sebagainya.
3.     Hukum harta kekayaan (vermogenrecht), memuat peraturan – peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian, milik, gadai dan sebagainya.
4.     Hukum waris (erfrecht), memuat peraturan – peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia. Dengan kata lain hukum waris adalah hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup (ahli warisnya).

DAFTAR PUSTAKA
Yudi Suparyanto.2008.hukum perdata.Cempaka Putih, Macan Baru, Karanganom, Kalaten.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Struktur Logika

Implementasi UU Pemilu Dalam Demokrasi Di Indonesia

Hukum Waris