Hukum Waris
HUKUM WARIS
DISUSUN OLEH :
MARTHEN WADU LEDE
NPM : 131003742010175
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan tuntunan dan karunianya saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang bejudul “HUKUM WARIS” sebagai Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Dan
tidak lupa saya sampaikan ucapan terima kasih kepada semua kalangan yang telah
berpartisipasi dan memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Akhirnya,
Semoga makalah yang telah Penulis susun dapat bermanfaat
dan berguna bagi semua kalangan.
Purwodadi, 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................3
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
MASALAH..................................................................4
a.
Pembedaan Hukum waris
……………………………………………………….
b.
Orang-orang yang tidak
dapat warisan ……………………………………….
c.
Hak mewarisi menurut Undang-Undang
…………………………………….
d.
Pemisahan harta benda
warisan ………………………………………………..
e.
Harta warisan yang idak
terurus ……………………………………………....
f.
Hak-Hak yang di miliki oleh
ahli waris ………………………………………..
BAB III PENUTUP …………...........................................................................10
Kesimpulan ………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hukum waris merupakan
bagian dari hukum harta kekayaan, khususnya hukum benda. Hukum waris yaitu
hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah ia
meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain. Tata
hukum memberi jaminan dan perlindungan terhadap perbuatan sewenang – wenang
atas kekayaan orang yang telah meninggal dunia dan menentukan siapa yang berhak
atas harta kekayaan tersebut.
Di Indonesia, terdapat 3 (tiga) sistem pewarisan, yaitu hukum waris adat, hukum waris perdata, dan hukum waris Islam.
Ketiganya memiliki beberapa perbedaan mengenai unsur-unsur pewarisan, salah
satunya yaitu mengenai ahli waris.
Ahli waris merupakan orang yang
menerima harta warisan. Ketentuan mengenai ahli waris dalam hukum waris adat, hukum
waris perdata, dan hukum waris Islam memiliki konsep yang berbeda. Tulisan kali
ini terlebih dahulu akan khusus membahas mengenai konsep ahli waris menurut
hukum waris perdata.
Ahli waris menurut hukum waris
perdata tidak dibedakan menurut jenis kelamin layaknya dalam beberapa hukum
waris adat. Seseorang menjadi ahli waris menurut hukum waris perdata disebabkan
oleh perkawinan dan hubungan darah, baik secara sah maupun tidak. Orang yang memiliki hubungan darah
terdekatlah yang berhak untuk mewaris (Perhatikan Pasal 852 KUHPerdata).
B. Rumusan Masalah
a. Pembedaan Hukum Waris
b. Orang-orang yang tidak dapat menerima warisan
c. Hak mewarisi menurut undang – undang
d. Pemisahan harta benda warisan
e. Harta Warisan yang tidak terurus
f. Hak-hak yang dimiliki oleh ahli waris
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
a. Pembedaan
Hukum Waris.
Pewarisan pada dasarnya ada dua yaitu :
1. Pewarisan menurut UU (ab intestate),
Pewarisan menurut UU ialah pembagian warisan
kepada ahli waris (orang-orang yang mempunyai hubungan darah terdekat dengan
pewaris). Pewaris menurut UU ada pengisian tempat artinya jika ahli waris yang
berhak menerima warisan itu telah meninggal sebelum pembagian waris, hak
warisnya dapat digantikan oleh anaknya.
Apa bila pewaris meninggal tanpa meninggalkan keturunan
(anak), harta warisan dibagi dua setengah untuk keluarga suami dalam garis
lurus ke atas dan setengah untuk keluarga isteri menurut garis lurus keatas.
2. Pewarisan berdasarkan wasiat (testamenter),
Pewarisan berdasarkan wasiat yaitu pembagian
warisan kepada orang-orang yang berhak menerima wasiat, wasiat itu harus
dinyatakan dalam bentuk akta notaris.
Dalam surat wasiat
biasanya sipewaris memilih pengurus waris atau Kuasa Hukum.
Pengurus waris adalah
orang yang ditunjuk oleh si pewaris dalam surat wasiat atau akta notaris yang
khusus untuk mengurus harta kekayaan yang berupa warisan yang didapat oleh ahli
waris atau legaataris untuk selama waktu tertentu atau selama hidupnya ahli
waris atau legitimaris tersebut. Maksud dari penunjukan ini adalah
mencegah supaya harta warisan yang diterima ahli waris tidak dihabiskan secara
sewenang-wenang oleh ahli waris tersebut. Pengurus waris ini walaupun selamanya
mengurus harta ini tetapi selamanya tidak akan memiliki harta kekayaan ini.
b. Orang-orang
yang tidak dapat menerima warisan.
Tidak semua orang dapat menerima
warisan, menurut Hukum Perdata dalah KUHPerdata 838 BW mengatur tentang yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karenanyapun dikesampingkan dari pewarisan, yaitu :
a. Orang yang dihukum
karena membunuh/mencoba membunuh si pewaris.
b. Orang yang dihukum
karena memfitnah si pewaris pada waktu masih hidup.
c. Orang yang dengan
kekerasan atau secara paksa mencegah si pewaris membuat wasiat atau memaksa
untuk mencabut wasiatnya.
d. Orang yang telah
menggelapkan dan merusak atau memalsukan surat wasiat.
c.
Hak mewarisi menurut
Undang-Undang.
Orang-orang yang mempunyai hak mewarisi adalah para ahli waris. Berdasarkan
garis keturunan yang berhak menerima warisan tersebut adalah :
a. Ahli waris golongan I Termasuk dalam ahli waris
golongan I yaitu anak-anak pewaris berikut keturunannya dalam garis lurus ke
bawah dan janda/duda. Pada golongan I dimungkinkan terjadinya pergantian tempat
(cucu menggantikan anak yang telah meninggal terlebih dahulu dari si pewaris). Mengenai
pergantian tempat ini, Pasal 847 KUHPerdata menentukan bahwa
tidak ada seorang pun dapat menggantikan tempat seseorang yang
masih hidup, misalnya anak menggantikan hak waris ibunya yang masih hidup.
Apabila dalam situasi si ibu menolak menerima warisan, sang anak bertindak
selaku diri sendiri, dan bukan menggantikan kedudukan ibunya.
b. Ahli waris golongan II Termasuk dalam ahli waris
golongan II yaitu ayah, ibu, dan saudara-saudara pewaris.
c. Ahli waris golongan III Termasuk dalam ahli waris
golongan III yaitu kakek nenek dari garis ayah dan kakek nenek dari garis ibu.
d.
Ahli waris
golongan IV Termasuk dalam ahli waris golongan IV yaitu sanak saudara dari ayah
dan sanak saudara dari ibu, sampai derajat ke enam.
Seandainya ke-4 golongan tersebut tidak ada (jangka
waktu untuk mengakui sebagai ahli waris adalah 3 tahun), maka harta warisan
jatuh pada Negara, dan dalam hal ini dikuasai oleh Balai Harta Peninggalan.
Yang dimaksud keturunannya disini adalah dapat
merupakan anak-anak yang sah yang lahir dalam perkawianan maupun anak-anak yang
tidak sah tetapi diakui yaitu anak-anak yang lahir diluar perkawinan tetapi diakui
(erkend natuurlijk).
d. Pemisahan
Harta Benda Warisan.
Pemisahan Harta benda
warisan dapat digolongkan sebagai berikut yaitu :
1.
Harta
Bersama
Harta bersama adalah
harta benda yang diperoleh selama perkawinan (harta pencarian). Harta bersama
dikuasai oleh suami dan istri. UU.No.1/1974 : Pasal 35 ayat 1, menyatakan :
Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama. Terhadap
harta bersama suami atau istri mempuyai hak dan kewajiban yang sama. Kewenangan
penyelesaian harta bersama : Menurut ketentuan pasal 37 UUP (UU.No.1/1947 ),
apabila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut
hukumnya masing-masing. Yang dimaksud hukumnya masing-masing adalah hukum
agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya . Pasal 49 ayat 1 (
UU.No.7/1974 ),menyatakan : peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang penyelesaian harta bersama. Dengan demikian,
apabila terjadi perceraian, harta bersama dibagi berdasarkan hukum yang telah
berlaku sebelumnya bagi suami istri yaitu hukum agama, hukum adat, hukum Perdata
(BW), dan lain sebagainya. Ketentuan semacam ini kemungkinan akan mengaburkan
arti penguasaan harta bersama, yang diperoleh bersama dalam perkawinan. Karena
ada kecenderungan pembagiannya yang tidak sama, yang mengecilkan hak istri atas
harta bersama. Tanggung jawab suami dan istri terhadap harta bersama, yaitu
dinyatakan dalam; Pasal 36 ayat 1 : “Suami atau istri dapat bertindak terhadap
harta bersama atas persetujuan terhadap kedua belah pihak”.
2. Harta Bawaan
Harta bawaan dikuasai oleh
masing-masing pemiliknya, yaitu suami atau istri. pasal 36 ayat 2 UUP (
UU.No.1/1974 ), menyatakan ; “Mengenai harta bawaan masing-masing, suami atau istri
berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya” . Maksud
dari pasal tersebut bahwa menjelaskan tentang hak suami atau istri untuk
membelanjakan harta bawaan masing-masing. Tetapi, apabila pihak suami dan istri
menentukan lain, misalnya dengan perjanjian perkawinan, maka penguasaan harta
bawaan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian itu. Demikian juga apabila
terjadi perceraian, harta bawaan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing
pemiliknya, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
3. Harta Perolehan
Harta Perolehan adalah harta
benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Pada dasarnya
penguasaannya sama seperti harta bawaan. Masing-masing suami atau istri berhak
sepenuhnya untuk perbuatan hukum mengenai harta benda perolehannya . Apabila
pihak suami dan istri menentukan lain misalnya dengan perjanjian perkawinan,
maka penguasaan harta perolehan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian.
Demikian juga terjadi perceraian, harta perolehan dikuasai dan dibawa oleh
masing-masing pemiliknya. Kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian
perkawinan.
Pemisahan harta warisan diatur dalam pasal 1066 BW, adalah perbuatan
hukum yang dimaksudkan untuk mengakhiri suatu keadaan dimana terdapat suatu
kekayaan bersama yang belum terbagi. Maksudnya adalah jika pewaris meninggal
dunia, maka harta warisannya harus segera dibagi pada yang berhak, kecuali
masih ada salah satu orang tuanya.
Jika harta warisan tersebut dibagi, maka untuk seorang kreditur (orang
yang memberi hutang/pinjaman kepada pewaris) dalam hal ini dapat mengadakan
perlawanan yaitu supaya hutang-hutang pewaris dibayar dulu.
Cara mengadakan pemisahan harta warisan, ada 2 yaitu : Jika semua
ahli waris cakap dan hadir, maka boleh diadakan pembagian berdasarkan
perundingan diantara mereka. Jika ada anak yang di bawah umur atau di
bawah kuratil, maka harus dilakukan dengan akta notaris dan di hadapan Balai
Harta Peninggalan.
e. Harta Warisan
yang tidak terurus.
Jika
ada suatu warisan terbuka dan tidak seorangpun yang tampil kemuka sebagai ahli
waris atau semua ahli waris menolak warisan tersebut, maka harta warisan
dianggap tidak terusus. Maka Negara, dalam hal ini Balai Harta Peninggalan atau
disebut “weeskamer” dengan tidak usah menunggu perintah dari hakim wajib
mengurus harta tersebut. Pada waktu mengambil pengurusan harta tersebut wajib
memberitahukan kepada Kejaksaan Negeri setempat. Dan diwajibkan membuat catatan
tentang keadaan harta tersebut. Wajib pula memanggil para ahli waris yang
mungkin ada melalui pemanggilan umum di surat kabar dan lain-lain yang dianggap
layak.
Jika setelah lewat 3
tahun terhitung sejak mulai terbukanya warisan belum juga ada ahli waris yang
tampil ke muka atau melaporkan diri, maka weeskamer akan melakukan
pertanggungan-jawab tentang pengurusan harta itu kepada Negara, yang akan
berhak untuk mengambil penguasaan atas segala harta warisan dan kemudian harta
warisan tersebut akan menjadi milik Negara
f.
Hak-hak Yang dimiliki oleh ahli waris.
Berikut hak-hak yang dimiliki oleh
ahli waris menurut hukum waris perdata, yaitu :
1.
Hak untuk
menuntut pemecahan harta peninggalan
Perhatikan ketentuan Pasal 1066
KUHPerdata. Kesepakatan untuk tidak membagi warisan adalah dalam waktu lima
tahun, setelah lima tahun tersebut dapat diadakan kesepakatan kembali di antara
para ahli waris.
2.
Hak saisine
Perhatikan ketentuan Pasal 833
KUHPerdata. Seseorang dengan sendirinya karena hukum mendapatkan harta benda,
segala hak, dan piutang dari pewaris, namun seseorang dapat menerima atau
menolak bahkan mempertimbangkan untuk menerima suatu warisan.
3.
Hak
beneficiary
Perhatikan Pasal 1023 KUHPerdata. Hak
beneficiary yakni hak untuk menerima warisan dengan meminta pendaftaran
terhadap hak dan kewajiban, utang, serta piutang dari pewaris.
4.
Hak hereditas petitio
Perhatikan Pasal 834 KUHPerdata. Hak
hereditas petitio yakni hak untuk menggugat seseorang atau ahli waris lainnya
yang menguasai sebagian atau seluruh harta warisan yang menjadi haknya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bahwa Sistem hukum waris merupakan
bagian yang penting dalam mengatur hubungan dalam hukum keluarga dalam hal menyelesaikan sengketa pembagian warisan.
Terjadinya pemberlakuan berbagai macam
sistem hukum waris, disebabkan oleh suatu kebutuhan masyarakat dalam merespon
berbagai macam kepentingan yang dihadapinya.
Hukum waris perdata Barat (BW) dalam
penerapannya adalah memberi pemaknaan yang sama dengan Hukum Waris Ialam dan
Hukum Waris Adat bahwa tujuan hukum
waris merupakan suatu hukum yang mengatur tentang bagaimana mengalihkan suatu
harta dari si Pewaris kepada ahli warisnya. Perbedaannya adalah dari sumber dimana mengambil rujukan
hukum, baik dari asas-asas, prinsip-prinsip, serta cara pembagian atau bagian
masing-masing dariahli waris.
Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh
selama perkawinan (harta pencarian ). Harta bersama dikuasai oleh suami dan istri.
Dengan demikian, apabila terjadi perceraian, harta bersama dibagi berdasarkan
hukum yang telah berlaku sebelumnya bagi suami istri yaitu hukum agama, hukum
adat, hukum BW, dan lain sebagainya. Harta bawaan dikuasai oleh masing-masing
pemiliknya, yaitu suami atau istri. Tetapi, apabila pihak suami dan istri
menentukan lain, misalnya dengan perjanjian perkawinan, maka penguasaan harta
bawaan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian itu. Harta Perolehan adalah harta
benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Pada dasarnya
penguasaannya sama seperti harta bawaan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Yudi
Suparyanto.2008.hukum perdata.Cempaka
Putih, Macan Baru, Karanganom, Kalaten.
Edy Sanjaya, S.H.MH.2013.Diktat Pengantar Hukum
Indonesia.Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945.Semarang.
Sumber Internet
http://ngobrolinhukum.wordpress.com/25 April 2013/ahli-waris-menurut-hukum-waris-perdata.
19 November 2013
makalahkomplit.blogspot.com/2012/11/makalah-hukum-perdata.html.
15 Desember 2013
http://millamantiez.blogspot.com/2013/04/hukum-waris-menurut-
bw.html. 15 Desember 2013
Komentar
Posting Komentar